"Jadi, ini concern Pak Presiden menurut saya harus digarisbawahi oleh tim PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Dan ini bukan hanya PPATK, tetapi juga berbagai aparat penegak hukum karena tidak cukup di PPATK konteksnya terkait den
Jakarta (ANTARA) - Pengamat hukum pidana Universitas Padjadjaran Sigid Suseno mengatakan bahwa concern atau kekhawatiran Presiden Joko Widodo mengenai pola baru tindak pidana pencucian uang (TPPU), seperti melalui pasar aset kripto, perlu menjadi perhatian bersama kementerian/lembaga terkait.

"Jadi, ini concern Pak Presiden menurut saya harus digarisbawahi oleh tim PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Dan ini bukan hanya PPATK, tetapi juga berbagai aparat penegak hukum karena tidak cukup di PPATK konteksnya terkait dengan penegakan hukum," kata Sigid saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.

Ia menjelaskan pola baru tersebut perlu menjadi perhatian karena pasar aset kripto dinilai menjadi sarana efektif untuk TPPU.

"Apalagi ada kerahasiaan dalam konteks cryptocurrency ini, ya, itu hanya langsung dari satu pihak ke pihak lain tanpa ada pihak-pihak ketiga. Ada juga kerahasiaan dengan sistem blockchain itu, ya, itu menjadi sarana untuk menyulitkan sebetulnya untuk melacak apakah ini hasil kejahatan (atau bukan)," ujarnya.

Ia pun menyebut bila tidak diperhatikan secara serius, maka penegakan-penegakan hukum berkaitan dengan tindak pidana asal menjadi tidak memiliki dampak yang efektif.

"Apalagi kalau terkait dengan organised criminal group karena itu menjadi urat nadinya karena itu modal. Uang hasil kejahatan itu modal untuk melakukan kejahatan-kejahatan lain, seperti narkotika, sekarang muncul cyber-terrorism, pencucian uang itu digunakan untuk kejahatan-kejahatan teroris seperti itu. Jadi, ini concern Pak Presiden menurut saya relevan dengan kondisi saat ini," jelasnya.

Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa koordinasi dan kolaborasi dari aspek pencegahan sampai aspek penindakan antarpenegak hukum diperlukan untuk mengatasi TPPU yang dinilai selalu beradaptasi.

"Misalnya saya ambil contoh kasus yang berkaitan dengan tindak pidana asal narkotika. Apakah penegakan hukum terhadap narkotika itu selalu dikaitkan dengan pencucian uangnya? Atau hanya fokus pada narkotikanya? Atau terkait dengan korupsi juga? Apakah kasus korupsi itu hanya fokus pada korupsinya atau juga pada pencucian uangnya? Nah ini harusnya ke arah pencucian uangnya juga," katanya.

Sebelumnya, Presiden Jokowi meminta agar tim PPATK dan kementerian/lembaga terkait mewaspadai pola baru pencucian uang, salah satunya lewat pasar aset kripto.

"Pola baru berbasis teknologi dalam TPPU perlu terus kita waspadai, seperti cryptocurrency asset, virtual NFT, kemudian aktivitas pasar, electronic money, AI yang digunakan untuk otomasi transaksi, dan lain lain, karena teknologi sekarang ini cepat sekali berubah," kata Jokowi saat memberikan pengarahan tentang 22 Tahun Gerakan Nasional Anti Pencucian Uang dan Pencegahan Pendanaan Terorisme di Istana Negara Jakarta, Rabu (17/4).

Presiden meminta agar penanganan TPPU harus dilakukan secara komprehensif. Kepala Negara juga meminta agar kementerian/lembaga terkait bekerja dua atau tiga langkah lebih maju dari para pelaku TPPU, yakni melalui kerja sama internasional, memperkuat regulasi dan transparansi dalam penegakan hukum tanpa pandang bulu, serta pemanfaatan teknologi.

Berdasarkan laporan kejahatan kripto, Presiden memaparkan indikasi pencucian uang lewat aset kripto secara global mencapai 8,6 miliar dolar AS pada tahun 2022 atau setara Rp139 triliun.

Pewarta: Rio Feisal
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2024