Jakarta, (ANTARA News) - Buku daftar tamu yang disediakan panitia pertandingan bridge Asian Games 2018 di Ballroom Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, Selasa (28/9) menunjukkan jumlah 29 orang. Tapi jumlah yang hadir secara fisik di area penonton yang berada di lantai tiga, lebih minim lagi, tidak sampai sepuluh orang. 

Untuk menyaksikan pertandingan, panitia menyiapkan ruangan khusus yang dilengkapi sebanyak enam layar vugraph, yaitu tampilan kartu di layar televisi yang memperlihatkan  jalannya pertandingan. Satu di antaranya berupa vugraph raksasa di tempat berbeda yang juga dilengkapi dengan sekitar 50 kursi.

Di kedua arena penonton tersebut, hanya terlihat segelintir penonton yang benar-benar datang untuk menyaksikan pertandingan. Sebagian dari mereka justru dari kalangan atlet, ofisial dan panitia.

Cabang bridge yang untuk pertama kali dipertandingkan di pentas Asian Games, memang menyuguhkan pemandangan yang sangat berbeda dengan cabang lain.  Penonton pun tidak akan bisa melihat atlet berlaga secara langsung seperti pada cabang olahraga lain karena arena pertandingan berada di lantai dasar, sementara arena penonton berada di lantai tiga gedung pusat niaga itu.

Untuk mengetahui jalannya pertandingan, penonton hanya bisa mengikutinya melalui layar vugraph yang hanya berupa gambar-gambar yang terdapat pada kartu yang dimainkan atlet saat berlaga.

Orang awam yang sama sekali tidak memahami olahraga bridge dipastikan akan bertambah pusing melihat makna yang ada dibalik lambang-lambang serta angka-angka pada kartu bridge. Bagi penggemar bridge yang datang penyaksikan pertandingan, panitia memasang layar lebar dan beberapa televisi berukuran cukup besar, serta sekitar 50 kursi untuk para penonton.

Yang terlihat di layar televisi tersebut bukanlah atlet yang sedang bertanding, tapi hanyalah berupa vuegraph atau tampilan kartu di layar televisi yang memperlihatkan jalannya pertandingan.

Segelintir penonton tampak sangat menikmati pertandingan yang disuguhkan melalui layar dan mereka terdengar sedang berdiskusi soal jalannya pertandingan.

Kalau diibaratkan karya seni, olahraga bridge tidak ubahnya seperti lukisan abstrak karya Affandi atau maestro Pablo Picasso asal Spanyol yang tidak bisa dinikmati banyak orang. Hanya kelompok tertentu saja yang datang ke pameran untuk menikmati lukisan yang sepintas terlihat hanya berupa coretan atau sketsa.

Olahraga bridge memang cabang olahraga yang jauh dari gemuruh penonton atau aksi selebrasi seperti yang diperlihatkan atlet bulu tangkis, bola basket atau sepak bola. Tidak akan ditemui penonton yang mengecat wajah dengan warna bendera, atau kostum yang unik-unik dan menghibur.

Olahraga bridge adalah olahraga yang senyap dan jauh dari hingar bingar sehingga mereka yang berada di arena pertandingan tidak merasakan aura kompetisi seperti yang disuguhkan di arena pertandingan lain.

Suasana hening tidak hanya terjadi di arena penonton, tapi juga di ruang kerja wartawan (venue press center). Hanya terlihat seorang wartawati asal Jepang yang sedang bekerja di hadapan laptop.

Egi Pahlevi dan Maghvira Ramadhanty, dua orang volunteer yang bertugas, tidak perlu bekerja keras melayani wartawan. Kalau ada wartawan yang datang, itu pun menurut Maghvira hanya sekedar meminta jadwal pertandingan dan kemudian pergi.
   
"Kalau boleh memilih saya sebenarnya ingin ditugaskan di cabang bulutangkis atau basket karena saya suka dan mengerti olahraganya," kata Maghvira yang mengaku mahasiswa semester satu dari Universitas Pamulang, Ciputat, Tangerang Selatan.

Lenny Novera, salah satu penonton yang ditemui di arena bridge mengakui bahwa ia sengaja datang langsung karena penasaran dengan cabang olahraga asah otak tersebut. Ia  juga tidak mengira kalau ternyata  penonton tidak bisa bertemu atau melihat langsung para atlet yang bertanding.

Wanita berusia 45 tahun yang tinggal di Rawamangun, Jakarta itu kemudian juga mengaku bahwa salah satu alasannya datang ke arena bridge  karena ingin bertemu dan berfoto dengan Michael Bambang Hartono, atlet bridge berusia 78 tahun yang merupakan atlet paling senior dalam kontingen Indonesia.

Bambang Hartono tidak lain adalah bos perusahaan raksasa Djarum Group dan juga orang paling kaya di Tanah Air. 

"Saya kira saya bisa bertemu dan berfoto dengan orang terkaya di Indonesia," kata Lenny dengan wajah kecewa. Menurut majalah Forbes edisi 2017, Bambang bersama saudaranya Robert Budi Hartono memiliki kekayaaan senilai 32,2 miliar dolar AS dan juga tercatat di peringkat ke-75 sebagai orang terkaya di dunia.
    
         
Suasana pertandingan cabang bridge Asian Games 2018 di Jakarta International Expo (JIExpo) Kemayoran, Jakarta, Selasa (28/8/2018)
                                                                                     


                                                                                                    Debut di Asian Games 
Setelah berjuang bertahun-tahun, cabang bridge akhirnya diterima oleh Komite Olimpiade Asia (OCA) untuk dipertandingkan di pentas Asian Games 2018. 

Bambang Hartono sebagai Presiden Federasi Bridge Asia Tenggara turut berperan dalam meyakinkan petinggi OCA Sheikh Ahmed Al-Fahad Al-Ahmed Al-Sabah yang sebelum bersikeras menolak karena bridge dianggap dekat dengan permainan judi.

 "Pihak OCA awalnya sempat keberatan karena bridge dihubungkan dengan permainan judi, tapi mereka akhirnya menerima setelah dijelaskan bahwa olahraga tersebut populer di negara Islam yang justru mempunyai juara dunia," kata Bambang Hartono beberapa hari menjelang upacara pembukaan Asian Games 2018.

Menurut Bambang di kantornya kawasan Slipi beberapa hari menjelang upacara pembukaan Asian Games, permainan bridge hampir sama dengan proses bisnis yang dijalaninya, ada proses mengumpulan data, membuat keputusan dan menjalankan strategi.

Sebagai olahraga pendatang baru, bridge di Asian Games 2018 memberikan warna tersendiri di pesta olahraga empat tahunan itu karena selain dimeriahkan oleh salah satu pengusaha terkaya di dunia, juga tempat berkumpulnya para atlet senior.

Menurut data dari panitia pertandingan, atlet paling senior bukanlah Bambang Hartono, tetapi atlet bridge asal Filipina, Kong Te Yang, berusia 85 tahun.

Olahraga bridge menurut Kong, tidak bisa disamakan dengan jenis olahraga lain dengan moto, "tercepat, tertinggi dan terkuat". Olahraga bridge justru bisa melampaui batas kekuatan fisik seorang atlet.

"Bridge adalah olahraga yang sangat matematis, Anda juga harus memahami berbagai kemungkinan, mengetahui psikologi lawan setiap saat harus dalam kondisi pikiran terbuka," katanya.

Di Asian Games 2018, bridge yang akan berakhir pada 1 September mendatang, mempertandingkan enam nomor, masing-masing tiga di nomor beregu dan tiga lagi di nomor pasangan.
Suasana di arena pertandingan bridge Asian Games 2018 di Ballroom Jakarta International Expo Kemayoran Jakarta, Selasa (28/8/2018) (Atman Ahdiat)


Baca juga: Mari menonton bridge di Asian Games

Baca juga: Bridge sumbang dua perunggu untuk Indonesia

Baca juga: China raih dua emas cabang bridge

 

Pewarta:
Editor: Atman Ahdiat
COPYRIGHT © ANTARA 2018