Kamis 1 Juli 2021, Enrico Yori Kondologit menjawab panggilan telepon dari seorang panitia kirab api Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua di perjalanan udara menuju sumur tua Klamono, Kabupaten Sorong, Papua Barat.

Obrolan saat itu membahas tentang desain obor PON yang lagi dipersiapkan untuk pelaksanaan kirab pada 27 September hingga 2 Oktober 2021. Enrico dilibatkan sebab kapakarannya di bidang antropologi Papua.

"Ketika mereka kasih unjuk itu (gambar desain obor) saya kebaratan sebab motif yang digunakan hanya mewakili motif suku Asmat dan itu mereka ambil di internet semua," katanya.

Argumen yang disampaikan Antropolog muda itu adalah desain awal obor yang belum mewakili masyarakat Papua dari tujuh wilayah adat, yakni Mamta (Mamberamo-Tami atau sekarang dikenal dengan wilayah Tabi), Saereri, Ha Anim, La Pago, Mee Pago (kelimanya di wilayah Papua) dan Bomberai serta Domberai di Papua Barat. Wilayah Adat Mamta berada di sekitar Jayapura.

Baca juga: Api, kirab, dan ihwal makna obor PON Papua

Singkat cerita, panitia menyetujui agar desain obor segera direvisi. Kepala museum antropologi Universitas Cenderawasih itu pun meminta waktu menyelesaikan desain obor dalam waktu dua hingga tiga hari.

Berkat keilmuan tentang sejarah manusia di masa lampau yang dianyam dari bangku pendidikan S2 Uncen membuat Enrico sanggup merevisi desain obor sesuai tenggat waktu yang dijanjikan.

Desain baru obor memiliki sejumlah motif bermakna filosofi tinggi bagi masyarakat Papua. Motif alam di bagian tungku obor mewakili gunung, gelombang dan ombak mewakili masyarakat adat dari suku Mamta/Tabi, Mee Paqo dan La Paqo. "Motif itu adalah simbol harapan dan berusaha atau bekerja keras," katanya.

Terdapat motif lipan atau lintah yang melingkar di bawah dari wilayah Ha Anim yang mewakili suku Asmat, Kamoro dan Malid Anim sebagai simbol kemenangan dan kemujuran dalam perang.

Baca juga: Api PON Papua lintasi Danau Sentani dan Kampung Adat Jayapura

Motif ular naga, pucuk pakis, genemo dan kelapa dari wilayah Saereri - Doberai. Simbol keuletan dan masa muda serta pertumbuhan.

Ada juga motif lingkaran atau "fouw" dari Sentani di wilayah Mamta/Tabi yang berasal dari kura-kura atau ebeuw dan burung taon-taon. "Ini simbol kesuburan, umur panjang dan sabar," katanya.

Motif lipan atau lintah di noken, gelang tangan berasal dari penduduk Moni di wilayah Mee Paqo sebagai simbol kemenangan dan kemujuran dalam perang dan perjalanan.

Obor juga dilengkapi dengan motif alam berupa sungai dari Asmat, Kamoro, Malind Anim di Wilayah Ha Anim sebagai simbol kekayaan alam, bekerja, kerja sama, kekeluargaan dan harapan.

"Saya pasang juga motif tusuk hidung dari kulit kerang, dari wilayah Ha Anim. Simbol kebesaran, kedewasaan dan tanggung jawab," katanya.

Berikutnya adalah motif pucuk kelapa dari wilayah Mamta/Tabi, simbol kedewasaan seseorang dan tanggung jawab.

Motif alam berupa ombak, gelombang dan unung di wilayah Mamta, Saereri dan Ha Anim memberi simbol penghargaan terhadap alam dan kesejahteraan.

"Motif selanjutnya adalah totem atau mata leluhur dari Yali La Paqo. Simbol pengawasan leluhur," katanya.

Kolaborasi Papua-Jabar

Setelah rancangannya disetujui oleh panitia PON Papua, Enrico pun menggandeng seorang seniman asal Jawa Barat Goy Gautama. Owner dari Kamones Workshop & Gallery itu adalah satu dari dua pemegang hak intelektual pembuatan obor PON di Indonesia. "Satunya lagi dari Yogyakarta," katanya.

Goy adalah sosok pembuat obor yang kerap dilibatkan penyelenggara olahraga akbar nasional. Salah satu karyanya dipercayakan sebagai obor Asian Para Games 2018.

Enrico mengatakan produksi prototipe obor PON digarap Goy dalam kurun sebulan. Pada Agustus 2021, obor setinggi 70 cm berbobot 2 kg siap diajukan kepada panitia.

"Kami sempat berkomunikasi via telepon. Kang Goy bilang bahwa motif yang didesain kaya akan spirit kebudayaan Papua. Dia sangat senang dengan desain baru itu," katanya.

Produksi obor PON nyatanya tidak berjalan mulus. Jelang penyelesaian produksi, muncul intervensi lain dari pihak yang menginginkan pemberian corak warna yang identik dengan politik.

Baca juga: Deretan pahlawan olahraga Indonesia dalam kirab api PON Papua

"Saya tidak setuju. Sebab ini event olahraga yang tidak boleh ada intervensi dari sisi politik. Itu kenapa warnanya gelap hanya dengan corak Kuningan di bagian tungku dan pahatan motif," katanya.

Bagi Enrico obor PON Papua mencatatkan perjalanan sejarah persaudaraan rakyat Papua dan Jawa Barat melalui event empat tahunan itu.

"Obor ini adalah bukti persaudaraan Papua dan Jabar yang kini tersimpan dalam perjalanan sejarah PON," katanya.

Goy pun mengundang perjumpaan di salah satu hotel di Papua beberapa hari jelang penyelengaraan kirab api PON untuk menyerahkan obor khusus kepada Enrico. Perjumpaan mereka ditandai dengan pertukaran cinderamata.

"Saya memang tidak menerima sama sekali uang dari siapapun untuk pembuatan desain obor ini. Sehingga Kang Goy menawarkan satu dari sepuluh obor buatannya untuk saya," katanya.

Obor kesebelas itu ditukar Enrico dengan tifa berupa alat musik khas Papua berkulit biawak sebagai cenderamata untuk Goy. "Tifa itu saya sudah berusia puluhan tahun dari salah satu suku di Papua. Senang sekali Goy dapat tifa itu," katanya.

Api PON adalah salah satu bagian penting dalam upacara seremonial, secara umum merupakan simbol kehangatan dan semangat sportivitas. Pun dengan persaudaraan yang terjalin antara Enrico-Goy dalam kolaborasi apik obor PON XX jadi penanda ikatan persaudaraan yang lebih kuat antara Bumi Cenderawasih dan Parahyangan.
 

Pewarta: A084
Editor: Teguh Handoko
COPYRIGHT © ANTARA 2021