Oleh Meidyatama Suryodiningrat

Apa persamaan Serangan Umum 1 Maret 1949 di Yogyakarta, Serangan Tet oleh pasukan Vietnam tahun 1968, Olimpiade Beijing 2008, dan Piala Dunia Rusia yang baru saja berlalu?

Secara teknis kesemuanya tidak meraih objektif militer maupun prestasi tertinggi. Serangan Umum adalah "gangguan" bersenjata yang bertahan 6 jam. Tet Offensive secara taktis adalah sesuatu kegagalan yang akhirnya takluk pada adidaya militer Amerika. China kalah dari kontingen Amerika untuk menjadi juara umum Olimpiade 2008. Dan Prancis lah yang menjadi juara dunia sepakbola dalam Piala Dunia 2018.

Namun keempat kejadian tersebut tidaklah dikenang sejarah karena performa sesaatnya. Dari awal tujuannya bukanlah sekedar "menang" tapi mengejar "kemenangan" yang lebih abadi. Kemenangan diplomasi dan opini publik yang mengangkat harkat dan kebanggaan.

Tidak banyak yang mengingat bahwa Serangan Umum maupun serangan Tet   berujung pada mundurnya tentara Indonesia maupun Vietnam mundur kembali ke hutan. Saat ini jarang ada yang tahu siapa juara umum Olimpiade 2008.

Dan kecuali para penggila sepakbola, kebanyakan orang 20 tahun lagi akan tertegun saat ditanya “Siapa juara Piala Dunia 2018?”.

Tapi sebutlah saja: “6 Jam Yogya”, “Tet”, “Olimpiade Beijing”, “Piala Dunia Russia”, dan masyarakat akan memberikan ikon positif kepada protagonisnya yang tidak akan hilang dalam awan ingatan.

Konsep kekuasan dalam abad terakhir telah banyak berubah dalam menanggapi percaturan politik dunia. Dari realpolitik yang berlandaskan kekuatan terbuka tanpa ikatan ideologis, menjadi Smart Power yang bertumpu pada militer (Hard Power) didukung oleh landasan moral dengan ujung tombak pada kekuatan budaya, ekonomi, dan sosial (Soft Power).

Alat utama dari elemen Soft Power adalah diplomasi publik. Suatu pendekatan halus yang meyakinkan masyarakat dan memberikan pengaruh akan kebenaran dan keabsahan tujuan kita.

Kalau zaman dahulu lawan atau kawan dipaksa dengan ancaman kekuatan untuk menerima pandangan tertentu, hubungan internasional saat ini lebih mengedepankan cara-cara persuasif sehingga dengan alami kita bisa mendapatkan pengakuan akan apa yang kita inginkan.

Ini adalah suatu strategi yang Kementerian Luar Negeri pun sudah mengakui, kesadaran bahwa memenangkan hati dunia tidak bisa diraih dengan kaku, namun dengan diplomasi yang luwes dan bersahabat. Prinsip “bebas dan aktif” adalah pedoman utama namun kreatifitas dan inovasi adalah bumbu penyedap yang menambah cita rasa berdiplomasi.

Olimpiade Beijing menjadi etalase agar dunia melihat China sebagai negara maju dan terbuka. Piala Dunia Rusia memberikan kesan progresif dan bersahabat terhadap suatu negara yang diterangai oleh Barat dipimpin oleh seorang diktator kaku.

Sebagaimana yang disampaikan oleh Joseph Nye, seorang profesor Havard University pencetus konsep Soft Power, bahwa propaganda terbaik bukanlah propaganda dan aset yang paling berharga bukanlah kekuatan militer, tapi kredibilitas.

Indonesia adalah negara besar dengan potensi militer yang luar biasa. Namun dalam sejarahnya ketegasan dan pendekatan kemanusiaan menjadi instrumen utama karakter diplomasi Indonesia. Baik itu keterlibatan dalam pasukan keamanan PBB, Gerakan Non-Blok, perjuangan mewakili kepentingan dunia ketiga dan sebagainya, integritas Republik Indonesia tidak dipertanyakan.

Kawasan Asia Tenggara tidak akan stabil, damai, dan mampu membangun jika Indonesia tidak arif dan mengedepankan kerja sama.

Pemerintahan Presiden Joko Widodo telah meyiapkan suatu kurikulum diplomasi publik yang sarat dengan berbagai kegiatan Soft Power satu semester ke depan yang akan mengangkat harkat bangsa di mata dunia.

Sudah bisa dipastikan bahwa Indonesia tidak akan menjadi juara umum pada Asian Games 2018 yang akan dimulai satu hari setelah peringatan Kemerdekaan Indonesia.

Tapi bayangkan saja, nama kota Palembang, Sumatera, yang tidak pernah dikenal oleh dunia akan menjadi rujukan bagi seluruh warga Asia selama Agustus mendatang.

Ada satu hal yang sering dilupakan oleh para kritikus Asian Games ini bahwa persiapan Indonesia jauh lebih pendek dan sumber daya lebih terbatas dari tuan rumah sebelumnya.

Pada tahun 2012 Komite Olimpiade Asia telah menepatkan bahwa Asian Games ke-18 akan diadakan di Hanoi tahun 2019. Tapi pada April 2014, Perdana Menteri Nguyen Tan Dung mengumumkan pengunduran diri Vietnam sebagai tuan rumah. Indonesia kemudian terpilih, dan bahkan mempercepat pelaksanaan Asian Games satu tahun karena adanya pemilu tahun depan.

Untuk bisa mengejar kesiapan Asian Games dalam tempo yang serba dipercepat saja sudah suatu keberhasilan. Untuk kemudian menjamu 16,000 atlet dan ofisial dari 45 negara Asia dalam kondisi yang serba "emergency akan dipandang dunia sebagai suatu yang luar biasa!

Tidak itu saja. Sepuluh hari pasca-penutupan Asian Games, Yogyakarta akan menjadi tuan rumah sidang umum International Council of Women yang akan dihadiri 200 perserta internasional dari 80 negara. ICW adalah organisasi masyarakat yang berumur 130 tahun dan saat ini memiliki status afiliasi tertinggi dengan UNESCO.

Tepat satu bulan kemudian Bali akan menjadi tuan rumah pertemuan tahunan IMF dan World Bank. Pertemuan ini akan mendatangkan para pengambil keputusan ekonomi dunia. Dipilihnya Indonesia sebagai tuan rumah adalah sebuah indikasi pengakuan kedua badan tersebut akan arah pembangunan nasional.

Dan disaat kita menyambut tahun baru 2019, Indonesia akan mulai resmi duduk sebagai anggota tidak tetap Dewan Keamanan PBB untuk dua tahun ke depan. Terpilihnya Indonesia adalah kepercayaan dunia akan diplomasi negara kita.

Kesemua ini adalah diplomasi publik tingkat tinggi. Suatu kampanye positif yang menunjukkan dan memberi pengakuan Indonesia sebagai bangsa yang maju, mampu, kreatif, dan inovatif walau dihadapkan dengan berbagai kendala dan situasi yang untuk negara lain menjadi penghalang.

Di saat negara lain menyerah, Indonesia bisa!

Maka kalau kita masih sinis terhadap berbagai ikhtiar ini, kita harus sadar bahwa di saat dunia akan mengalungkan emas penghargaan kepada Indonesia, justru orang Indonesia sendiri yang tidak bisa memuliakan dan bangga terhadap karyanya sendiri.

*Meidyatama Suryodiningrat adalah Direktur Utama Kantor Berita Antara

Pewarta:
Editor: Sapto HP
COPYRIGHT © ANTARA 2018