"Dokter bingung bagaimana memberikan makanan kepada Fariz. Tindakan yang diambil akan memberikan risiko," kata Winarni ketika dihubungi media di Jakarta, Minggu.
Winarni menyadari putranya memiliki kelainan yang disebut atresia esofagus itu ketika memuntahkan susu pada hari pertama saat dilahirkan di Pringsewu, Lampung.
"Fariz tidak boleh menelan makanan dan minuman. Dia hanya boleh menjilat makanan tetapi tidak dapat menelan," kata peraih gelar Juara Dunia Angkat Besi 1997 nomor kelas 50 kg itu.
Fariz lantas mendapat rujukan ke Bandar Lampung. Namun, dokter-dokter di Bandar Lampung tidak dapat membantu anak Winarni itu.
Winarni mengatakan putranya sempat mendapatkan perawatan medis di Rumah Sakit Harapan Kita di Jakarta menyusul indikasi kebocoran jantung.
"Setelah di-rontgen di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Fariz diketahui tidak punya jalur makanan dari tenggorokan ke perut," kata Winarni yang menyebut operasi pertama bagi Fariz adalah pelubangan tenggorokan agar cairan tidak masuk ke paru-paru.
Fariz juga menjalani operasi tahap kedua pada usia dua hari guna membuat jalan makanan di perutnya. Selain itu, Winarni harus menyuntikkan susu melalui jalan makanan itu setiap satu setengah jam.
"Saya juga harus memompa jantung anak saya terus-menerus selama sepekan ketika dirawat di RSCM karena perawat tidak ingin berisiko terlalu kencang memompa jantungnya bisa pecah. Jika terlalu lambat, paru-paru berisiko pecah," kata Winarni.
Bantuan
Winarni mengaku pernah meminta bantuan ke Kementerian Pemuda dan Olahraga. "Kemenpora membantu berupa santunan mantan atlet legenda sebesar Rp40 juta. Saya berharap Kemenpora dapat membantu menanggung biaya operasi anak saya sekaligus pengobatan harian," ujarnya.
Bantuan lain, menurutnya, yang datang dari PT Pos Indonesia tempat Winarti dan suaminya bekerja, serta dari Ketua Umum Pengurus Besar Persatuan Angkat Berat, Binaraga, dan Angkat Besi (PB PABBSI) Rosan P. Roeslani.
Namun, dana bantuan dari PT Pos Indonesia dan Ketua Umum PB PABBSI itu belum cukup untuk menopang biaya operasi Fariz yang mencapai Rp500 juta tanpa jaminan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan guna menyambung usus besar ke tenggorokan sebagai jalan makanan.
Winarni mengaku biaya operasi itu belum termasuk biaya jutaan rupiah per pekan untuk kebutuhan makanan, selang, dan perban bagi putranya.
Meskipun harus menanggung biaya perawatan putra bungsunya dengan bekerja dan membuka warung makan, Winarni masih sempat memberikan dukungan kepada atlet-atlet angkat besi nasional yang akan turun dalam Asian Games 2018.
Winarni menjadi salah satu juri dalam seleksi tim nasional angkat besi Merah-Putih di Jakarta pada Juni tahun ini.
Kisah tentang Winarni dan Fariz itu lantas menggugah penulis Maman Suherman untuk mengunggah dukungan pada situs kitabisa.com. Target dukungan itu sebesar Rp300 juta.
Pantauan Antara hingga Minggu sore, dana yang terkumpul mencapai Rp5.720.220 yang berasal dari 26 donatur. Dukungan bantuan bagi Winarni di kitabisa.com akan berakhir pada 29 Agustus.
Baca juga: Alami kelainan jantung, Balita di Jambi meninggal
Baca juga: Orangtua Balita Kelainan Hati Bingungkan Biaya
Baca juga: Balita Dtemukan Menderita Kelainan Saluran Empedu
Pewarta: Imam Santoso
Editor: Aditia Maruli Radja
COPYRIGHT © ANTARA 2018