Jakarta (ANTARA News) - Yayasan yang bergerak dibidang usaha kreatif yang di dalamnya mempekerjakan para penyandang disabilitas bernama Precious One mendapat kesempatan untuk membuat souvenir untuk para tamu di perhelatan besar Asian Games 2018.

Pendiri Precious One Ratnawati Sutedjo berbagi pengalaman hingga akhirnya karya para penyandang disabilitas tersebut mampu menembus ajang yang dihadiri 45 negara se-Asia itu.

"Awalnya, kami ingin turut berkontribusi dalam ajang besar di mana Indonesia menjadi tuan rumah ini. Kemudian kami mulai mencari berbagai informasi," ungkap Ratna saat ditemui Antara di Jakarta.
 
Pendiri Yayasan Precious One Ratnawati Sutedjo yang membuat boneka kertas berupa maskot Asian Games 2018 (ANTARA News/ Sella Panduarsa Gareta)

Setelah itu, Ratna dan tim bertemu dengan pihak penyelenggara, yakni Indonesia Asian Games 2018 Organizing Committee (Inasgoc) yang bertanggung jawab mengurus souvenir pada tamu, sehingga ia langsung presentasi dan memberikan contoh boneka kertas dari tiga maskot Asian Games 2018, yakni Kaka, Atung dan Bhin Bhin.

"Kami beberapa kali menggelar pertemuan, presentasi, kemudian deal. Kami kan punya misi agar masyarakat bisa bangga memakai produk disabilitas. Bukan karena kasihan, tapi karena memang kualitasnya bagus," ujar Ratna.

Setelah bersepakat, Ratna kemudian menginstruksikan pegawainya, yang mayoritas adalah tuna rungu dan seorang tuna daksa, untuk memenuhi pesanan yang diinginkan penyelenggara.

Kaka, Atung dan Bhin Bhin akan disulap menjadi boneka kertas gulung yang berdiri di atas rumput sintetis dan berada dalam sebuah kotak kaca berukuran 19x16 centimeter dengan jumlah 100 set.

"Jadi, kami harus membuat 300 boneka untuk 100 set souvenir itu," papar Ratna.

Dalam waktu 1,5 bulan, Ratna membagi tugas produksi kepada delapan orang pegawainya, di mana sebagian mengerjakan gulungan kertas untuk bagian kepala, badan, kaki hingga gulungan untuk telinga dan mulut.

Kaka, yang merupakan badak bercula satu dengan perut buncit membutuhkan ketelitian dan kesabaran tersendiri dalam membuatnya.

"Jadi kita butuh 30 lembar kertas gulungan untuk membuat pertu Kaka, karena kan perutnya besar," ujar Ratna.

Selain itu, kaki Bhin bhin yang merupakan burung cendrawasih yang berukuran kecil juga membutuhkan ketelitian yang tinggi, sehingga sesuai dengan maskot sebenarnya.

"Tingkat kekencangan gulungan juga perlu dirasakan, tidak terlalu kencang, juga tidak terlalu kendur, sehingga waktu didorong nanti tidak lepas,"tutur Ratna.

Tantangan lainnya adalah ketika menempelkan kaki ketiganya di atas rumput sintetis agar bisa berdiri tegak dan tidak jatuh saat dibawa, di mana akan lebih mudah jika alasnya berbidang datar.

Sebagai latar belakangnya, Inasgoc memberikan gambar khusus, yakni stadion Gelora Bung Karno (GBK) yang menjadi salah satu tempat perhelatan olahraga tersebut digelar.

Dalam menjaga standar kualitas, Ratna turun langsung dalam menjaga, mengawasi hingga mengevaluasi hasil kerja karyawannya agar sesuai dengan permintaan yang diberikan.

"Kami sudah berkomitmen untuk memberikan karya yang maksimal. Ini memang karya penyandang disabilitas, namun kami tetap mengutaman kualitas," ungkap Ratna.

Seluruh pesanan souvenir tersebut telah diserahkan kepada pihak penyelenggara. Namun, Precious One diberikan kesempatan untuk kembali memproduksi maskot tersebut, apabila terdapat masyarakat yang ingin memilikinya.

Syaratnya, yayasan yang berkantor di Meruya, Jakarta Barat, tersebut tidak boleh menambahkan logo atau gambar lainnya pada karya yang telah disepakati itu.

"Jadi, setelah kami buat, banyak juga yang ingin memilikinya. Ingin punya, buat kenang-kenangan. Kami menjelaskan kepada penyelenggara bahwa kami ini hidup ya dari jualan, dari hasil karya kami. Akhirnya setelah mereka rapat, kami diizinkan untuk memproduksi kembali," papar Ratna.

Untuk itu, masyarakat atau kalangan usaha dapat memiliki karya yang serupa dengan souvenir milik tamu penting Asian Games 2018 dengan hanya merogoh Rp250 ribu per set.

Perasaan bangga

Ratna mengatakan, kemungkinan para pegawainya tidak memahami bahwa apa yang mereka kerjakan adalah untuk sebuah acara besar yang mampu membanggakan Indonesia.

"Mereka kan tuna rungu, sehingga informasi yang sampai ke mereka itu terbatas. Jadi, animo atau kesemarakan Asian Games itu tidak nyampe ke mereka. Tapi saya yakin mereka ikut bangga," ujar Ratna.

Heniwati, salah seorang penyandang disabilitas yang turut membuat maskot boneka kertas itu menyampaikan bahwa membuat Atung, Bhin Bhin dan Kaka awalnya sulit.
 
Heniwati, seorang penyandang tuna rungu yang membuat boneka kertas berupa maskot Asian Games 2018 di bawah binaan Yayasan Precious One. (ANTARA News/ Sella Panduarsa Gareta)

Namun, ketika dikerjakan ternyata tidak sesulit yang ia kira. Bahkan, dengan kreativitas, semuanya menjadi mudah.

"Pertama sulit, kemudian saya berpikir kreatif bagaimana caranya bisa menyelesaikan semua. Akhirnya menjadi gampang," ujar perempuan yang akrab disapa Vie itu.

Vie mengaku senang dan suka ria mengerjakan pesanan berharga itu.

"Membuat Bhin Bhin, Atung dan Kaka saya senang, suka," ungkapnya.

Melalui karya yang diciptakan Vie dan rekan-rekannya, Asian Games 2018 nyatanya tidak hanya membawa kebahagiaan kepada masyarakat dengan kondisi fisik sempurna, namun memberi kesempatan bagi saudara-saudara sebangsa yang memiliki keterbatasan, di mana hasilnya juga patut dibanggakan.
 

Pewarta: Sella Panduarsa Gareta
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018