Sebagian penonton sudah mengantre tiket dari sekitar pukul 05.00 WIB. Namun tidak sampai satu jam dari saat loket dibuka pada pukul 08.00 WIB, petugas panitia INASGOC menyatakan seluruh tiket sudah ludes terjual baik secara langsung maupun daring (online).
"Kami minta ada kepastian. Akan ada tiket tambahan atau tidak. Jika tidak seharusnya ada layar untuk menonton bersama di luar," kata Rahman (23), penonton asal Tangerang.
Rahman tidak ingin beranjak pulang. Pasalnya, saat pertandingan semifinal badminton beregu putra, Selasa (21/8), dia mengaku memperoleh tiket tambahan dari panitia.
Dia yang harus menempuh 30 kilometer untuk mencapai GBK ingin mendapatkan kepastian dari panitia penyelenggara INASGOC, terkait kemungkinan ada tiket tambahan atau terdapat fasilitas layar besar untuk menonton di luar ruang.
"Sekarang saya berharap ada tiket tambahan lagi, atau ada nonton bareng," kata dia.
Situasi di depan loket 2 yang berada di Jalan Pintu Taman Senayan, samping Masjid Al-Bina, Senayan, hingga pukul 16.00 WIB masih dipadati masyarakat. Setiap ada panitia berseragam resmi, calon penonton sontak menyoraki panitia tersebut. Petugas keamanan dari Polri dan TNI pun meningkatkan jumlah pasukan untuk menjaga situasi agar tetap kondusif.
"Mana tiket, ini untuk Indonesia," teriak para penonton.
Penonton lainnya dari Bekasi, Dyca Richardo (20) mengaku heran panitia penyelenggara INASGOC sudah beberapa kali meninjau loket 2 sepanjang hari ini, namun tidak memberikan solusi sedikitpun.
"Saya lelah mengantre. Saya harapkan ada layar besar untuk menonton buat kami yang tidak kebagian tiket," ujar dia.
Seiring waktu, antrean penonton di Loket 2 malah kian panjang. Antrean kian mengular hingga 500 meter dari loket.
Calon penonton ingin menyaksikan laga final bulutangkis beregu putra di Istora, GBK, Rabu (22/8/2018) sore ini antara Indonesia dengan musuh bebuyutan, China. Laga ini menjadi kali pertama Indonesia mencapai final beregu putra sejak Asian Games 2002 di Bushan, Korea Selatan.
Pewarta: Indra Arief Pribadi
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018