Bogor (ANTARA News) - Peraih emas Asian Games 2018 di cabang olahraga Paralayang, Jafro Megawanto mendedikasikan mendali untuk kedua orang tuanya. 
   
"Yang pertama tentunya keluarga, khususnya orang tua," kata Jafro saat ditemui usai upaca seremoni pengalungan medali di arena Paralayang, Gunung Mas Puncak, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Kamis. 
   
Pria kelahiran Malang ini berhasil menyumbangkan emas ketujuh untuk Indonesia pada nomor Ketepatan Mendarat (KTM) kelas indiviual putra. 
   
Selama pertandingan yang berlangsung 10 ronde, Jafro meraih nilai akurasi tertinggi. Terutama pada ronde keempat, mendarat tepat dititik nol, atau sangat akurasi. 
   
Pada nomor KTM ini mengharuskan para pilot atau atlet paralayang untuk mendarat di PAD, titik akurasi. Semakin kecil nilainya semakin akurasi, atau sekami besar poinnya. 
   
Pemuda 22 tahun ini mampu menyaingi Jirasak Witeetham dari Thailand yang terus membayangi selama 10 ronde pertandingan. Jafro dan Jirasak hanya selisih 20 poin. Masing 27 dan 47. 
     
Jafro kelahiran 18 Maret 1996 merupakan putra kedua dari tiga bersaudara pasangan Budi Sutrisno (55) dan Suliasi (43) yang keduanya berprofesi sebagai petani di Malang. 
   
Pria 22 tahun ini mengawali karirnya atletnya dari seorang 'paraboy' yakni istilah bagi anak-anak pelipat parasut di arena Paralayang di Batu Malang.
   
Dimulai sejak usia 15 tahun, bersama teman-teman SMP nya, Jafro menjadi pelipat parasut, Sehari dibayar Rp5 ribu. Selama menjadi paraboy, Jafro kecil bercita-cita menjadi atlet. 
   
Seperti gayung bersambut, seoang atlet Parlayang Yosi Pasha mengajaknya berlatih di paralayang. Ajakan tersebut ia terima, dan rutin latihan terbang untuk mendapatkan lisensi penerbang. 
   
Karena tidak punya uang untuk menyewa ojek menuju lokasi latiha, Jafro kerap meminta uang kepada orang tuanya. Hingga akhirnya orang tua merasa terbebani dan meminta dirinya berhenti dari latihan. 
   
Namun, penentangan tersebut tidak menyurutkan langkah lulusan SMK Akutansi Malang itu. Berbekal dari uang melipat parasut ia gunakan untuk membayar ojek menuju lokasi latihan. 
     
Sampai akhirnya Jafro dapat membuktikan kepada orang tuanya, bahwa cita-citamya menjadi Paralayang bisa membuahkan hasil. Tahun 2012 ia menjadi juara tiga pada kejuaraan Batu Open untuk ketepatan mendarat.  
   
"Sejak itu orang tua saya mendukung cita-cita saya. Sampai sekarang," katanya. 
   
Kejuaraan terakhir yang diikutinya PGAWC di Malang tahun 2017 meraih juara, dan kini ia mempersebahkan emas ketujuh untuk Indonesia di Asian Games ke-18. 
   
Jafro melakoni profesi sebagai pelipat payung selama dua tahun. Kini ia fokus berlatih sebagai atlet nasional. Ketika tawaran menjadi PNS terbuka lebar, Jafro tetap memilih fokus berlatih di paralayang. 
   
Orang pertama yang dihubunginyan saat mengetahui meraih emas adalah sang ibu. Dengan panggilan video, Jafro meminta restu untuk pertandingan berikutnya. 
   
"Tadi tak sampein ke ibu, masih ada pertandingan lagi, minta doannya. Ibu titip pesen saya jaga makan, dan jaga kesehatan," kata Jafro. 
   
Presiden Joko Widodo melalui akun media sosial Instagram miliknya mengapresiasi prestasi yang telah dicapai pemuda asal Malang tersebut. 
   
Orang nomor satu di Indonesia teesebut juga memuji prestasi Jafro dari seorang pelipat parasut menjadi atlet yang berhasil menyumbang emas untuk bangsa. 
   
"Selamat Jafro Megawanto untuk emas ketujuh bagi Indonesia," ucap Presiden.

Pewarta:
Editor: Ruslan Burhani
COPYRIGHT © ANTARA 2018