"Beberapa hari kebelakang kecepatan angin membuat kami kesulitan dalam menghandling (mengendalikan) layar," ujar Ridwan, Selasa.
Pada cabang layar, Ridwan turun di kelas Mixed RS One bersama kompatriotnya Nenni Marlini. Hingga pertandingan ke-11 ia berada di urutan kelima di bawah China, Hongkong, Malaysia, dan Thailand.
Kelas Mixed RS One menjadi satu-satunya harapan Indonesia untuk bisa meraih medali perunggu. Terlebih, pada sembilan kelas lainnya, peluang Indonesia merebut emas, tertutup.
Ridwan mengatakan, ideal kecepatan angin yang ia dan Nenni kuasai dikisaran 5 hingga 12 knot. Namun dari 10 babak yang telah dijalani kecepatan angin selalu berada dikisaran 12 sampai 18 knot.
"Kalau tadi kira-kira 10 knot, kalau hari pertama hingga kemarin itu anginnya kencang, kita kesulitan mengendalikan alat (layar)," kata dia.
Pengaruh kecepatan angin ini juga dirasakan kompatriot Ridwan, Nenni Marlini. Ia menjelaskan, memiliki tubuh mungil dibanding lawan-lawannya, membuat layar sulit dikendalikan terlebih jika kecepatan angin sedang tinggi.
"Badan saya kecil sangat susah menghandle angin besar," kata dia.
Menurutnya, hal lain yang menjadi kendala sulit bersaing di tiga besar cabang layar yakni perihal layar yang digunakan. Menurutnya, keterlambatan kedatangan layar membuat mereka sulit beradaptasi.
"Alat terlambat datang jadi kita susah menguasai dan beradaptasi," kata dia.
Agar bisa menjaga asa merebut medali perunggu, ia berharap di empat babak tersisa kecepatan angin tidak begitu tinggi. Selain itu, ia bersama Ridwan akan berupaya untuk tidak melakukan kesalahan yang membuat poin kekalahan bertambah.
"Kita berharap konsisten di nomor tiga, karena kemaren sangat susah di nomor tiga," kata dia.
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018