Jakarta (ANTARA News) - Pelatih cabang kurash Indonesia mengakui atlet binaannya masih kurang "jam terbang" sehingga dinilai menjadi penyebab utama belum berhasilnya meraih medali pada hari pertama cabang ini dipertandingkan.
   
"Memang kita akui jam terbang anak-anak masih sangat minim. Kalau dibandingkan dengan atlet dari negara lainnya, kita memang masih kalah kelas," kata Pelatih Kurash Indonesia, Deni Zulpendri di Jakarta, Rabu.
    
Pada hari pertama pelaksanaan cabang olahraga kurash, Selasa (28/8), Indonesia memang belum berhasil meraih satu medali pun dari tiga medali emas yang diperebutkan.
   
Dari enam atlet Indonesia yang pada hari pertama teraebut, Hendi Hadiat (-66;kg putra),  Aprilianda Adhi Timur (-66 kg putra),  Heka Maya Sari Sembiring (52 Kg putri), dan Franklin Misionaris Kakalang (+90 Kg putra) kandas di babak penyisihan.
   
Hanya Billy Sugara (+90 putra) yang sempat lolos ke babak 16 besar, serta Terry Kusumawardani Susanti (52 kg putri) yang sampai ke babak delapan besar.
   
Lebih lanjut Deni mengatakan, selain jam terbang yang masih minim, atlet Indonesia kalah postur dibandingkan dengan atlet negara lainnya terutama yang berasal dari negara-negara Asia Tengah seperti Uzbekistan, Turkmenistan, Tajikistan, Kyrgistan,  dan Kazakhstan.
   
"Kalau soal power, anak-anak kami nilai cukup bisa mengimbangi. Tapi ya itu jam terbang masih minim dan kalah postur, jadi penyebab gagalnya kita meraih medali di hari pertama," katanya.
     
Sementara untuk menghadapi hari kedua, lanjut dia, harapan untuk meraih medali masih terbuka melalui Khasani Najmu Shifa (63 Kg putri), Szalsza Maulida, Marcelina Papara (78 Kg putri).
   
"Ya mudah-mudahan keduanya bisa mewujudkan apa yang kita inginkan itu. Kami mohon doa dari seluruh masyarakat Indonesia agar bisa mengukir prestasi di Asian Games ini," katanya.

Pewarta: Juraidi
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018