Oleh Aditya E.S. Wicaksono

Jakarta (ANTARA News) - Setelah enam hari bertarung bersama ratusan atlet internasional di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, wajah dan senyum para atlet pelatnas para-renang Indonesia tampak lepas pada Jumat malam itu.

Satu per-satu dari mereka melakukan selebrasi dengan menceburkan diri di kolam tempat perlombaan cabang para-renang Asian Para Games 2018 digelar.

Tiga medali emas, empat medali perak dan lima medali perunggu mereka bawa pulang dari sedikitnya 107 nomor perlombaan yang digelar.

Pelatih tim pelatnas para-renang Indonesia Bhima Kautsar bisa berbangga atas prestasi anak asuhannya selama kurang lebih delapan bulan mengikuti pelatnas di Solo untuk turun di pesta olahraga atlet dengan disabilitas se-Asia itu.

"Alhamdulillah kalau saya pribadi, karena mendapat tantangan juga dari NPC, targetnya tercapai," kata Bhima di Jakarta, Jumat malam.

Dari awal berangkat ke Jakarta, Komite Paralimpik Nasional (NPC) menargetkan medali emas di nomor 100 meter gaya punggung putra lewat Jendi Pangabean, serta nomor 100 meter gaya dada dan 200 meter gaya ganti putri lewat Syuci Indriani.

Hal yang membuat puas sang pelatih selain membawa pulang medali emas, adalah keberhasilan para atlet untuk memperbaiki catatan waktunya.

Seperti misalnya Syuci Indriani walaupun mendapat perunggu di nomor 200 meter gaya bebas S14 putri, atlet asal Riau itu bisa memperbaiki catatan waktunya.

"Itu luar biasa, karena waktu terbaik Syuci dibuat dua tahun lalu ketika di (Paralimpiade) Brazil," kata Bhima.
Atlet para-renang Chan Yui Lam dari Hong Kong (kiri), Syuci Indriani dari Indonesia (tengah), dan Mami Inoue dari Jepang (kanan) mengikuti upacara pengalungan medali setelah memenangi nomor 200 meter gaya ganti putri SM14 Asian Para Games 2018 di Jakarta, Jumat (12/10). Syuci yang turun di lane 5 nomor 200 meter gaya ganti putri SM14 menjadi yang tercepat dengan catatan waktu 2 menit 36,32 detik untuk memboyong medali emas bagi Indonesia. (Antaranews/Aditya E.S. Wicaksono)


"Puas, tapi ada beberapa yang masih perlu dievaluasi.... Ya biasa lah namanya main sebagai tuan rumah, euforianya masih terlalu besar. Ada untungnya ada ruginya," kata Bhima.

Menurut Bhima, bermain sebagai tim tuan rumah bisa menjadi semacam dilema bagi anak asuhannya.

Di satu sisi, beban sebagai tuan rumah besar dan terlalu besar sehingga berpengaruh ke mental para atlet.

"Di sisi lain, kadang terlalu besar rasa percaya diri dan terlalu semangat juga tidak baik karena fokus bisa hilang," kata Bhima.

"Tapi saya salut. Kita tidak mudah karena ini levelnya Asia, dapat itu saja udah bagus. Berarti sama-sama maju. Lawannya maju kita pun maju," kata pelatih berusia 27 tahun itu.

Ke depan, masih banyak ruang untuk kemajuan bagi para atlet pelatnas para-renang yang bertabur atlet muda dengan gemilang prestasi seperti Syuci Indriani, Muhammad Bejita, Zaki Zulkarnain dan Jendi Pangabean itu.

"Tergantung dari sini mereka mentalnya bagaimana, cepat puas atau tidak. Pokoknya setelah dari sini latihan lagi," kata dia.

Target multi-event paling dekat bagi tim pelatnas para-renang Indonesia adalah ASEAN Para Games 2019 di Filipina sembari memoles para atlet untuk Paralimpiade Tokyo 2020.

"Tokyo kurang lebih dua tahun lagi. Kita poles selama 1,5 tahun saya yakin insyaallah hasilnya bisa jauh lebih baik dari ini," kata Bhima.

Syuci Indriani menjadi atlet Indonesia pengoleksi medali terbanyak di cabang para-renang Asian Para Games 2018.

Atlet putri berusia 17 tahun itu membawa pulang dua medali emas dari nomor 200 meter gaya ganti putri SM14 dan 100 meter gaya dada putri SB14, satu medali perak nomor 100 meter gaya kupu-kupu putri S14 dan satu perunggu nomor 200 meter gaya bebas putri S14.

"Alhamdulillah saya bersyukur banget, sudah all out, ini lah hasilnya," kata Syuci usai meraih medali emas nomor 200 meter gaya ganti putri SM14, kategori untuk atlet dengan gangguan intelektualitas, Jumat malam.

Ketika ditanya jika mendapat bonus bakal dipakai untuk apa, Syuci menjawab dengan polos, "buat kolam renang, buat orang tua, buat masa depan. Itu aja sih."

"Terima kasih teman-teman sudah dukung Syuci. Ini lah hasilnya, sudah tercapai, alhamdulillah," kata dia.
Perenang Indonesia Jendi Pangabean melakukan selebrasi setelah menjadi yang tercepat dalam nomor renang 100 meter gaya punggung putra S9 Asian Para Games 2018 di Stadion Akuatik, Senayan, Jakarta, Kamis (11/10/2018). Jendi berhasil meraih emas dalam nomor tersebut. ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay/kye


Jendi Pangabean, yang juga menjadi tumpuan Indonesia, menyumbangkan empat medali yaitu medali emas nomor 100 meter gaya punggung putra S9, satu medali perak nomor 100 meter gaya kupu-kupu S9, satu perunggu nomor 100 meter gaya bebas putra S9, dan satu medali nomor 4x100 meter gaya ganti estafet 34 poin.

"Terima kasih tentunya kepada seluruh bangsa Indonesia sudah mendukung selama perhelatan Asian Para Games. Terima kasih juga kepada para pelatih dan jajaran yang telah bekerja keras membantu saya," kata Jendi.

"Untuk persiapan Tokyo 2020, kami masih punya banyak waktu jadi harus tetap fokus. Setelah ini selesai, saya ingin fokus lagi latihan," kata Jendi.
Sejumlah atlet para-renang Indonesia melakukan selebrasi dengan menceburkan sang pelatih Bhima Kautsar (kiri) ke kolam renang usai perlombaan cabang para-renang Asian Para Games 2018 di Stadion Akuatik Gelora Bung Karno, Jakarta, Jumat malam (12/10). (Antaranews/Aditya E.S. Wicaksono)


Medali lainnya bagi Indonesia di cabang para renang disumbangkan oleh Steven Tangkilisan Sualang di nomor 100 meter gaya punggung S10 (perunggu), Guntur di nomor 100 meter gaya dada putra SB8 (perak), Zaki Zulkarnain di nomor 100 meter gaya dada putra SB8 (perunggu), dan Aris di nomor 100 meter gaya dada putra SB7 (perak).

Satu hal yang selalu ditekankan oleh pelatih Bhima Kautsar kepada anak asuhannya adalah bagaimana agar mereka bisa memperbaiki prestasi.

"Jangan ngomongin juara dulu, tapi memperbaiki prestasi mereka itu jauh lebih baik. Masalah juara itu gampang, tapi prestasi dimantapkan, dibuat lebih baik, itu yang susah," pungkas Bhima.

Oleh Aditya Eko Sigit Wicaksono
Editor: Tasrief Tarmizi
COPYRIGHT © ANTARA 2018