Jakarta (ANTARA News) - Indonesia baru 17 tahun merdeka saat menjadi tuan rumah Asian Games 1962.

Dunia mengenal Indonesia saat itu dengan kondisi politik dan ekonomi yang kacau balau, dan keamanan yang masih membahayakan karena banyak pemberontakan.

Asian Games 1962 menjadi ajang Presiden Republik Indonesia Soekarno berjuang membangun jati diri bangsa.

Dalam kurun waktu empat tahun, ia berhasil membangun sarana dan prasarana yang sebelumnya tidak dimiliki oleh Indonesia.

Seperti pembangunan GBK (Gelora Bung Karno) yang terdiri dari kompleks olahraga Senayan, Stadion Utama Gelora Bung Karno, Istana Olahraga (Istora), stadion akuatik, lapangan tenis dan lainnya diatas tanah 270 hektare.

Di luar arena olahraga, juga dibangun Hotel Indonesia, memperluas jalan Sudirman-Thamrin, membangun jembatan Semanggi, Tugu Selamat Datang, TVRI dan lainnya.

Asian Games ke-4 akhirnya digelar dari tanggal 24 Agustus 1962 sampai 4 September 1962. Sebanyak 1.460 atlet dari 17 negara berpartisipasi untuk memperebutkan medali pada 15 cabang olahraga yang dipertandingkan.

Kedatangan atlet dan ofisial dari berbagai negara, tidak disia-siakan Bung Karno untuk mengenalkan Indonesia kepada mereka, kepada dunia.

Para kontingen yang baru tiba di Jakarta mendapatkan satu paket empat piringan hitam (vinyl) yang berisikan lagu-lagu daerah di Tanah Air.

Pada covernya tertulis "Souvenir from Indonesia", sementara di pojok kiri terpampang gambar wayang.

Satu piringan hitam terdiri dari delapan lagu daerah dibawakan oleh Orkes Lokanada pimpinan B. Y. Supardi yang direkam di Lokananta.

Misalnya di bagian pertama, berisikan lagu-lagu seperti "Dari Barat Sampai Ke Timur", "Ba Bendi-Bendi", "Seringgit Dua Kupang", "Ajo Mama", "Potong Bebek Angsa", "Sarinande", "Lenggang-Lenggang Kangkung", dan "Kaparinjo".

Ada juga lagu "Halo-Halo Bandung", "Rajuan Pulau Kelapa", "Anging Mammiri", "Nona Manis", "Rasa Sayange", dan sebagainya.

"Tahun 1962, Presiden Soekarno berinisiatif sebagai tuan rumah Asian Games, menginginkan agar lagu-lagu Indonesia bisa dikenal oleh masyarakat dunia," kata Direktur Keuangan dan Produksi Perum Percetakan Negara Republik Indonesia PNRI Satrijo Sigit Wirjawan saat ditemui Antara, Selasa (21/8).
 
Direktur Keuangan dan Produksi Perum Percetakan Negara Republik Indonesia PNRI Satrijo Sigit Wirjawan memegang piringan hitam cenderamata Asian Games 1962 dan covernya. PNRI membawahi Lokananta yang memegang hak cipta atas master lagu-lagu dalam piringan hitam tersebut. (ANTARA News/Monalisa)


Master vinyl yang dimiliki Lokananta masih dalam kondisi sangat baik meskipun sudah berusia sekitar 56 tahun.

"Kondisi masternya masih bagus karena setiap enam bulan selalu dibersihkan, supaya kalau diputar masih terdengar bagus," ujar Sigit, yang menambahkan Lokananta memiliki koleksi 5.000 master lagu.

Piringan hitam yang menjadi cenderamata Asian Games itu kini menjadi barang langka yang diburu para kolektor.

Untuk menyambut Asian Games 2018, suvenir Asian Games 1962 dipamerkan di sejumlah museum, salah satunya di Museum Nasional.
 
Cenderamata Asian Games 1962 berupa piringan hitam, jam tangan, dan pin yang dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA News/Monalisa)


Di sana tidak hanya piringan hitam saja yang dipajang, tetapi ada juga pin Asian Games 1962 dan jam tangan merek "Titus" yang juga menjadi cenderamata untuk kontingen pada saat itu.

"Semuanya merupakan koleksi Lokananta. Sebenarnya untuk jam tangan yang dibagikan ke kontingen saat itu ada dua merek, tapi satu merek tidak diketahui, hanya ini koleksinya," kata Pemandu Kemendikbud Direktorat Sejarah Danu Wibowo.
 
Jam tangan merek "Titus", salah satu cenderamata Asian Games 1962 yang dipamerkan di Museum Nasional, Jakarta. (ANTARA News/Monalisa)


Koleksi sejarah lain yang dipamerkan antara lain foto, prangko, majalah, surat kabar, medali, dan lainnya.

Danu mengungkapkan, pengunjung begitu antusias melihat koleksi-koleksi bersejarah tersebut.

"Selain turis lokal, banyak turis asing ke sini, lihat-lihat dan banyak nanya. Atlet-atlet juga sudah ada beberapa yang berkunjung ke sini, seperti China, Jepang, Hong Kong, Chinese Taipei," jelas Danu.

Baca juga: Nurtiah, kembali ke GBK mengenang Asian Games 1962

Baca juga: Sarengat sang bintang Asian Games 1962



Versi CD
 
CD berisikan lagu-lagu daerah Indonesia yang dibawakan oleh Orkes Lokanada pimpinan B. Y. Supardi yang direkam di Lokananta merupakan remake dari piringan hitam cenderamata Asian Games 1962. (ANTARA News/Nanien Yuniar)


Beberapa lagu-lagu yang ada dalam kemasan 1962 juga dinyanyikan saat acara pembukaan Asian Games 2018, Sabtu 18 Agustus lalu.

Dan untuk mengenang Asian Games 1962, PNRI yang membawahi Lokananta memperbanyak lagu-lagu Orkes Lokanada tersebut dalam kemasan CD yang dibagikan kepada kontingen Asian Games ke-18.

"PNRI sebagai yang mengelola Lokananta merasa berkewajiban untuk tetap melestarikan lagu-lagu itu," kata Sigit.

Sebanyak 7.500 CD didistribusikan melalui INASGOC kepada ofisial, atlet, dan tamu VIP sejak pembukaan Asian Games hingga nanti saat penutupan.

Kepingan CD tersebut dibuat menyerupai piringan hitam cenderamata Asian Games 1962. Hanya saja ada perbedaan pada covernya yang lebih kekinian dengan menampilkan logo Asian Games 2018 berlatar warna putih.

"Ini berdasarkan sejarah 1962, yang namanya lagu itu abadi. Kita berkeinginan untuk mempopulerkan lagi lagu-lagu ini," ujar Sigit.
 
Kepingan CD menyerupai piringan hitam cenderamata Asian Games 1962, berisikan lagu-lagu daerah Indonesia yang dibawakan oleh Orkes Lokanada pimpinan B. Y. Supardi. (ANTARA News/Nanien Yuniar)


Lokananta yang memang memegang hak cipta lagu-lagu tersebut membutuhkan waktu tiga bulan, atau sejak Mei untuk me-remake dalam bentuk CD tersebut.

"Dengan disebar lagi di Asian Games 2018, Kami juga berharap atlet generasi sekarang dan atlet dari negara lain tahu lagu-lagu Indonesia," tutur Manajer Pengembangan Usaha PNRI A. Mutiasari yang memimpin proyek pembuatan CD.

Menurut Sari, demikian ia akrab disapa, satu paket CD yang terdiri dari empat keping itu memiliki nilai yang mahal.

"CD ini tidak untuk dijual tetapi kalau dihargai mencapai Rp4 juta, karena nilai sejarahnya dan buatnya tidak sembarangan karena hampir menyerupai piringan hitamnya," jelas Sari.

CD ini pun terbatas. PNRI belum berencana memperbanyak lagi dan menjual ke khalayak umum karena pada covernya terdapat logo ASian Games yang hak patennya dipegang oleh INASGOC.

Akan tetapi, masyarakat bisa mengakses lagu-lagu dari Orkes Lokanada tersebut lewat layanan streaming musik JOOX dan Melon.

Baca juga: Menghadirkan kembali kenangan Asian Games 1962

Baca juga: Saksi Asian Games 1962 kagumi perubahan Jakarta

Oleh Monalisa
Editor: AA Ariwibowo
COPYRIGHT © ANTARA 2018